Monday, February 25, 2008

Sepatu-sepatu Ajaib

Di tengah fasilitas yang serba modern di Guangzhou (Cina), masih banyak hal-hal bodoh yang dilakukan orang lokal. Gw bingung, apakah perkembangan kotanya terlalu cepat sehingga perilaku penduduknya belum bisa mengikuti perkembangan yang serba modern dan teratur itu? Konon kan tiap tahun di Cina, pasti selalu ada perubahan. Percepatan itu tidak disertai dengan percepatan 'behaviour' penduduknya. Ataukah, memang perilaku mereka sudah mendarah daging hingga tak mungkin diubah, bagaimana pun modernnya kota ini.

Suatu hari, gw pergi ke pusat grosir sepatu di Haizhu Guang Zhang. Sepanjang jalan utama hingga gang-gang kecil penuh dengan toko-toko sepatu buatan Cina. Modelnya lumayan up to date. Dari yang asli sampe yang contekan. Trus, di salah satu toko gw naksir nih sama salah satu sepatu kulit. Gw pengen banget beli. "Mbak, sepatu ini harganya berapa?" tanya gw (tentu dalam bahasa Mandarin laaa....plisss deee...).
"Kalo beli cuman sepasang harganya 265RMB," kata si mbak penjaga toko. Harap diketahui bahwa di toko itu ada 4 orang penjaga toko. Dan gw satu-satunya pembeli di toko itu.
"Bisa lebih murah gak, nih?"tanya gw sambil megang-megang sepatunya.
"Kalo lo suka, gw kasih 260RMB, deh," jawabnya.
"Modelnya sih gw suka, tapi gw gak tau enak dipake ato gak."
"Pasti enak dipake lah, itu kan kulit,"
"Ya udah gw coba dulu deh nomer 39. Kalo nyaman , pasti gw beli."
"Lo pastiin dulu mau beli gak?"
"Ya, lo kasih gw ukuran 39 dulu dong. Gw coba dulu, kalo enak ya gw beli. Kalo gak nyaman ya gak beli lah."
"Wah gak bisa gitu, lo kalo mo nyoba sepatunya mesti beli dulu. Soalnya gudang kita jauh."jawabnya dengan nada ngotot. Lah, emang gw pikiran gudang lo jauh ato deket. Yang gw mau adalah nyobain sepatunya dulu lah sebelum beli. Tul, gak?
"Lah, trus gw harus beli sebelum nyoba sepatunya gitu? Kalo gak enak dipake gimana?" gw jg ikutan ngotot.
"Pasti enak lah. Gak mungkin kulit gak nyaman. Kalo lo pasti beli, baru gw ambilin nomer 39." Lah bisa gitu ya! Di ujung berung juga orang beli sepatu mesti nyoba dulu. Kalo enak ya pasti beli lah. Gw mulai gemes dengan cara berpikir mereka. Eh..di tengah-tengah perdebatan kami, tiba-tiba seorang cewek ikut-ikutan, berlagak seperti pahlawan.
"Mbak, gini deh, gw bantuin lo nyobain sepatunya buat lo." kata si cewek yang lebih mungil daripada gw. Hah?! gw kaget. Nih orang bodoh atau goblok sih.
"Hah? lo mo bantuin gw nyobain? Emangnya bisa gitu? emangnya lo tuh gw gitu?"sahut gw dengan nada kesel dan gemes.
"Bisa aja. Gw bisa cobain. tar gw kasih tau lo, nyaman ato gak nyaman. Gak usah kawatir, gw bukan orang dalem, gw ini jg pembeli kayak lo," kata cewek itu tak bersalah. Cuplis! Berlagak mo jadi pahlawan tapi bodoh juga. Mana mungkin kan nyoba sepatu diwakilin ma orang? Emangnya kaki gw sama gitu sama kaki dia? Yang awalnya gw pengen banget beli sepatu itu, akirnya gw jadi il-fil dan gak pengen lagi beli sepatu. Gw keluar toko dengan mengumpat-umpat(persis seperti org lokal kalo lg marah-marah. Ups! Apakah gw sekarang udah sama kayak mereka ya? hmmm...).

Cerita lain adalah cerita dari temen gw. Temen gw ini baru jalan-jalan dari pulau Hainan di selatan Mainland Cina. Sepulang dari liburan, temen gw langsung ke rumah dan kita sarapan bareng. Dia cerita tentang kelakuan orang lokal yang disebutnya 'silly'. Temen gw duduk di first class dalam pesawat. Kemudian ada seorang ibu masuk ke first class. Lalu seorang pramugari menegurnya supaya ibu itu kembali ke kabin yang sesuai dengan tiketnya. Setelah cari tahu, ternyata ibu itu adalah penumpang economy class. Karena dia melihat di first class banyak kursi kosong, lalu ia seenaknya pindah ke tempat yang lebih nyaman.
Setelah pramugari mengingatkan ibu itu untuk kembali ke tempat duduk semula, ternyata si ibu itu kembali datang ke first class. Dan ada pramugari yang menegurnya lagi. Dan kejadian itu terus berlangsung, datang-ditegur-kembali ke belakang-datang lagi ke first class-ditegur-kembali ke belakang-dst.

Kejadian kayak gitu tak hanya terjadi di pesawat, lah wong di kereta aja orang bisa seenaknya duduk. Reputasi ini sudah lama melekat di dunia perkereta apian disini. Sekali gw beli tiket, walaopun sudah tertera nomer tempat duduk, tapi gw masih gak yakin apakah gw akan duduk di nomer yang tertulis ini atao tidak. Bisa jadi, kita akan terlempar hingga barisan kursi ke 4 atao lebih dari nomor kursi kita yang sebenarnya. Di Indonesia, mungkin saja kejadian ini terjadi. Tapi setidaknya, di Indonesia jika kita bepergian berpasangan atau berkelompok, kita masih bisa memesan tiket kereta dengan nomor berdampingan atau bersebelahan. Di Cina sini, jangan harap semudah itu. Nomer tempat duduk bukan jaminan kita mendapatkan nomer yang sama di dalam kereta. Masih untung gak kelempar ke gerbong sebelah hahaa...

Masih banyak lagi kejadian-kejadian silly yang terjadi disini. Mungkinkah perkembangan kota dapat diserati dengan perkembangan perilaku penduduknya yang lebih baik? Bagaimana caranya? Gw rasa semua berbalik ke diri kita sendiri. Mulai dari diri sendiri aja kali ya. Gw sih berharap ada 10.000 orang berpikiran demikian.
Seperti kata Bung Karno, "Saya hanya butuh 5 orang pandai untuk membangun negara dibanding 1000 orang bodoh." Hmm...which one i am part of, 5 or 1000?

1 comment:

Titik Kartitiani said...

hahaha..ini lucu, sungguh. Eh nis, kalo kamu mau nyoba bakso yang enak di sini, aku wakilin aja ya...entar aku ceritain hasilnya bgm, kan sama atuh...sama dengan kasus sepatu itu.
Sy kira hanya di Ind aja yg kayak gitu,kl spt kasusmu,Ind. nampak lebih beradap, seperti Snape bagi2 permen yah hehehe.Bgmn kalo kmu tulisa aja jadi buku, spt buku2 Shock Culture yang laris itu.Aku beli di Konokuniya 1nya 97 rebu,tp boleh kok dibaca dikit dulu baru beli hihihi